Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Klasifikasi Platyhelminthes (Turbelaria, Trematoda, dan Cestoda)

Platyhelminthes merupakan salah satu anggota dari invertebrata yang memiliki bentuk tubuh pipih. Platyhelminthes merupakan hewan invertebrata yang diambil dari bahasa yunani yaitu dari kata platy yang berarti pipih dan helminthes yang berarti cacing. sehingga diartikan sebagai cacing yang berbentuk pipih.
Salah satu spesies platyhelminthes

Struktur dan Fungsi Tubuh Platyhelmintes

Platyhelmintes adalah cacing yang tergolong triplobalstik aselomata yang memiliki 3 lapisan embrional yang terdiri dari ektoderma, endoderma, dan mesoderma


Ukuran tubuh Platyhelminthes bervariasi, mulai dari yang berukuran hampir mikroskopis (kurang dari 1 mm) hingga yang berukuran panjang lebih dari 20 m. Cacing pipih yang berukuran kecil, misalnya Symsagittifera roscoffensis, Dugesia sp, dan Bipalium sp.


Cacing pipih yang berukuran besar, contohnya Taenia saginata dan Taenia solium. Bentuk tubuh Platyhelminthes pipih dorsoventral, simetri bilateral, beruas-ruas atau tidak beruas-ruas. Platyhelminthes merupakan hewan yang paling primitif diantara hewan simetri bilateral lainnya

Ukuran platyhelmintes ada yang bisa mencapai 20 meter panjangnya. Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh atau aselomata.

Sistem pencernaan Platyhelmintes adalah gastrovaskuler, dimana peredaran makanan tidak melalui darah tetapi melalui usus. Sistem pencernaan Platyhelmintes dimulai dari mulut, faring, dan ke kerongkongan. Pada bagian belakang kerongkongan terdapat usus yang bercabang ke seluruh tubuh. Sehingga usus tidak hanya mencerna makanan tapi usus juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh.

Platyhelminthes tidak memiliki sistem respirasi. Pernapasan dilakukan secara difusi oleh seluruh sel tubuh Platyhelminthes. Platyhelminthes tertentu memiliki sistem saraf tangga tali.

Sistem saraf tangga tali terdiri dari sepasang simpu saraf (ganglia) dengan sepasang tali saraf yang memanjang dan bercabang melintang seperti tangga. Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian anterior tubuh. Kedua ganglia ini dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan dari masing-masing ganglion membentuk tangga tali saraf yang memanjang ke arah posterior. Kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh

Sistem ekskresi Pada cacing pipih terdiri atas dua saluran eksresi yang memanjang bermuara ke pori-pori yang letaknya berderet-deret pada bagian dorsal (punggung). Kedua saluran eksresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame cell).

Sistem reproduksi Reproduksi pada cacing pipih seperti Planaria dapat secara aseksual dan secara seksual. Reproduksi aseksual (vegetatif) dengan regenerasi yakni memutuskan bagian tubuh. Sedangkan reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang bersifat hemafrodit. Organ reproduksi jantan dan betina berada di dalam satu individu Platyhelminthes sehingga disebut hermafrodit.

Sistem reproduksi seksual pada Planaria terdiri atas sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur. Sedangkan reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis.

Sistem indra pada beberapa jenis Platyhelmintes  mempunyai sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap cahaya. Bintik mata tersebut biasanya berjumlah sepasang dan terdapat di bagian anterior (kepala).

Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh tubuhnya. Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa aurikula (telinga), statosista (pengatur keseimbangan), dan reoreseptor (organ untuk mengetahui arah aliran sungai).

Pada umumnya Platyhelmintes (cacing pipih) memiliki sistem osmoregulasi yang disebut dengan protonefridia. Sistem ini terdiri dari saluran pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang berjumlah sepasang atau lebih. Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi melalui dinding sel.

Jika di rangkum maka ciri-ciri umum dari Platyhelmintes adalah sebagai berikut
  1. Mempunyai daya regenerasi yang tinggi, dan bersifat hermafodit (dua kelamin)
  2. Hidup parasit dan ada juga yang hidup bebas
  3. Tidak memiliki sistem pernapasan. Cacing pipih menggunakan pori-pori sebagai tempat masuknya oksigen. Masuknya oksigen ke pori-pori dengan cara difusi.
  4. Tidak mempunyai rongga sejati, namun memiliki simetri bilateral 
  5. Habitat di air tawar, air laut, tempat lembab, atau dalam tubuh organisme lain.
  6. Melakukan perkembangbiakan (bereproduksi) secara generatif dengan perkawinan silang dan bereproduksi secara vegetatif yaitu membelah diri
  7. Memiliki bentuk tubuh pipih, simetris dan tidak bersegmen
  8. Ukuran tubuh mikroskopis dan ada juga yang memiliki panjang tubuh 20 cm yaitu cacing pita.
  9. Memiliki satu lubang yaitu di mulut tanpa dubur
  10. Sensitif terhadap cahaya
  11. Tidak memiliki sistem pencernaan lengkap. Pencernaan platyhelmintes melalui rongga gastrovaskular
  12. Mempunyai sistem saraf tanggal tali dan memiliki mata
  13. Tidak mempunyai pembuluh darah. Sehingga rongga gastrovaskular beperan mendistribusikan nutrisi ke seluruh tubuh.
  14. bersifat triploblastik (memiliki tiga lapisan embrional), yaitu epidermis (lapisan luar), mesodermis (lapisan tengah), dan endodermis (lapisan dalam).

 Klassifikasi Platyhelminthes

Platyhelminthes dibagi menjadi beberapa kelas diantaranya adalah Turbellaria, Cestoda, dan Trematoda. berikut penjelasan lebih rinci

A. Turbellaria

Turbellaria disebut juga cacing berbulu getar. Memiliki bentuk tubuh pipih, habitat di air tawar yang jernih dan tenang, bagian tepi tubuh ditutupi silia/rambut getar.
Struktur Planaria sp
Struktur Planaria sp
Contoh spesies dari tutbellaria adalah Planaria sp.
Ciri umum dari Planaria sp adalah
  • Memiliki tubuh kecil, dan simetri bilateral
  • hidup bebas di air tawar. 
  • Permukaan tubuhnya ditutupi silia dan kepala berbentuk segitiga. 
  • Di bagian kepala terdapat sepasang bintik mata/stigma, otak, dan auricula (semacam cuping telinga). 
  • Memiliki sistem saraf tangga tali, di mana terdapat sepasang ganglion otak dengan dua lanjutan serabut saraf memanjang ke arah posterior yang dihubungkan oleh serabut saraf melintang.
  • Sistem pencernaan terdiri atas mulut, faring, yang berlanjut pada usus yang bercabang-cabang yang disebut gastrovaskuler, tanpa anus. Faring menonjol di sisi ventral dan berakhir dengan lubang mulut. 
  • Sistem ekskresi terdiri dari sepasang saluran memanjang yang bermuara pada lubang/pori di permukaan tubuh yang dinamakan sel api/flame cell. 
  • Memiliki daya regenerasi yang tinggi. Jika tubuhnya terpotong atau hilang, bagian tersebut dapat dipulihkan. Ini merupakan cara reproduksi aseksual Planaria. 
  • Planaria bersifat hermaprodit, jadi satu individu mampu menghasilkan sperma dan ovum sekaligus.
Planaria sp
Planaria sp

B. Trematoda (Cacing Isap)

Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat pengisap. Alat pengisap terdapat pada mulut di bagian anterior tubuhnya. Fungsi alat isap adalah untuk menempel pada tubuh inangnya. Pada saat menempel cacing ini mengisap makanan berupa jaringan atau cairan tubuh inangnya.Dengan demikian, Trematoda merupakan hewan parasit.

Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata.Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.Salah satu contoh Trematoda adalah cacing hati (Fasciola hepatica).

Cacing hati memiliki daur hidup yang kompleks karena melibatkan sedikitnya dua jenis inang, yaitu inang utama dan inang sebagai perantara. Daur hidup cacing hati terdiri dari fase seksual dan aseksual.Fase seksual terjadi saat cacing hati dewasa berada di dalam tubuh inang utama. Fase aseksual dengan membelah diri terjadi saat larva berada di dalam tubuh inang perantara.

1. Fasciola hepatica (cacing hati)

Dalam daur hidupnya cacing ini menempati tubuh siput air sebagai inang perantara (hospes intermedier). Cacing ini bersifat hermaprodit.
fasciola hepatica
fasciola hepatica

Daur hidup:
Cacing dewasa bertelur dalam saluran empedu domba/sapi, kemudian telur keluar bersama feses. Jika jatuh di tempat yang sesuai telur akan menetas menjadi larva mirasidium. Selanjutnya mirasidium masuk ke tubuh siput air (Lymnaea sp), berubah menjadi sporokista. Secara paedogenesis dalam sporokista terbentuk redia. Selanjutnya redia tumbuh menjadi serkaria (larva berekor), kemudian serkaria keluar dari tubuh siput, berenang lalu menempel pada tanaman air dan berubah menjadi metaserkaria. Metaserkaria terbungkus dinding tebal membentuk kista. Jika rumput termakan ternak, kista pecah kemudian larva menuju saluran empedu (hati) menjadi cacing dewasa.

Daur hidup dari fasciola hepatica ini sering keluar di ujian nasional, jadi pelajari siklusnya dari gambar berikut ini

Siklus hidup fasciola hepatica
Siklus hidup fasciola hepatica

2. Clonorchis sinensis

Cacing ini parasit pada hati manusia. Memiliki dua inang perantara, yaitu siput dan ikan. Daur hidupnya hampir sama dengan Fasciola hepatica, hanya metaserkaria masuk ke tubuh ikan. Banyak menjangkiti orang yang memiliki kebiasaan makan ikan mentah, seperti di Jepang, Cina, Taiwan, dan Korea.
Clonorchis sinensis
Clonorchis sinensis
telur Clonorchis sinensis
telus Clonorchis sinensis

3. Schistosoma haematobium (cacing darah)

Hidup dalam saluran darah dan dapat menyebabkan anemia.
Schistosoma haematobium
Schistosoma haematobium

4. Paragonimus westermani (cacing paru-paru)

Paragonimus westermani
Paragonimus westermani
Parasit pada paru-paru.

5. Schistosoma japonicum

Cacing ini hidup di dalam pembuluh darah pad saluran pencernaan manusia.Manusia merupakan inang utamanya, namun hewan juga dapat terinfeksi seperti tikus, anjing, babi, dan sapi.Inang perantaranya adalah siput amphibi Oncomelania hupensis.
Schistosoma japonicum
Schistosoma japonicum
Cacing ini menyebabkan penyakit skistosomiasis dengan ciri demam, anemia, disentri, berat badan turun, dan pembengkakan hati.

C. Cestoda

Cestoda merupakan kelompok platyhelminthes yang berbentuk seperti pita dan bersifat parasit. Pada bagian kepala hewan ini terdapat kait yang berfungsi untuk mengaitkan tubuhnya pada usus inang.

Kepala cacing pita disebut skoleks dan bagian di bawah kepala disebut strobilus. Bagian Strobilus berfungsi untuk membentuk progtolid pada hewan ini. Progtolid merupakan bagian tubuh yang akan menjadi individu baru nantinya.

Cestoda terus membentuk progtolid dan semakin ke ujung progtolid tersebut semakin besar dan semakin matang. Selama siklus hidupnya mereka dapat melibatkan lebih dari satu inang. Cacing pita dapat ditularkan ke manusia melalui daging babi atau sapi terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang.

Ciri umumnya adalah sebagai berikut

  1. Cestoda disebut sebagai Cacing pita karena anggotanya berupa cacing yang bentuknya pipih panjang seperti pita.
  2. Tubuhnya terdiri dari rangkaian segmen-segmen yang masing-masing disebut Proglottid. Kepala disebut Skoleks dan memiliki alat isap (Sucker) yang memiliki kait (Rostelum) terbuat dari kitin.
  3. Cestoda adalah cacing yang berbentuk pipih seperti pita yang merupakan endoparasit dan dikenal sebagai cacing pita (lihat gambar).
  4. Cacing dewasa hidup dalam usus Vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invetebrata
  5. Semua anggota Cacing kelompok Cestoda memiliki struktur pipih dan tertutup oleh kutikula ( zat lilin)
  6. Kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih dari dua alat pengisap. Sedangkan setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan. Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit.
  7. Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan tanpa alat pencernaan.
  8. Pembentukan segmen (segmentasi) pada cacing pita disebut Strobilasi.
  9. Tubuhnya Cacing pita (Cestoda) memiliki tubuh bentuk pipih, panjang antara 2 – 3m dan terdiri dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila).
Contoh adalah Taenia solium Cacing pita manusia Menyebabkan Taeniasis solium. Pada skoleknya terdapat kait-kait sebagai alat pengisap yang matang menjadi alat reproduksinya. Memiliki hospes perantara Babi

Skoleks pada jenis Cestoda tertentu (Taenia solium ) selain memiliki alat pengisap, juga memiliki kait (rostelum) Rostellum berfungsi untuk melekat pada organ tubuh inangnya. Dibelakang skoleks pada bagian leher terbentuk proglotid.

Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium). Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri.dan mempunyai rumah tangga sendiri ( metameri) Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit. Proglotid yang dibuahi ( yang matang ) terdapat di bagian posterior / paling bawah tubuh cacing. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersama dengan tinja.

Contoh spesienya adalah sebagai berikut
  • Taenia saginata (dalam usus manusia) di bawa oleh sapi
  • Taenia solium (dalam usus manusia) dibawa oleh babi
  • Choanotaenia infudibulum (dalam usus ayam)
  • Echinococcus granulosus (dalam usus anjing)
  • Diphyllobothrium latum (menyerang manusia melalui inang katak , ikan, Cyclops Udang udangan)
  • Hymnelopsis nana ( di usus manusia , tikus tanpa inang perantara)
perbedaan Tainata saginata dan Taenia solium
Taenata saginata
Taenata saginata
Choanotaenia infundibulum
Choanotaenia infundibulum
Diphyllobothrium latum
Diphyllobothrium latum

Nah, untuk siklus hidup cacing pita sering keluar di ujian nasional, maka dari itu pelajari gambar berikut ini
siklus hidup cacing pita
siklus hidup cacing pita


Semoga sukses teman pembelajar.. :)

Posting Komentar untuk "Klasifikasi Platyhelminthes (Turbelaria, Trematoda, dan Cestoda) "