Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sajak Satu Babak: Seekor Ikan dan Bus Damri - Sayembara Lumayanan - Episode Perdana

Sajak Satu Babak:  Seekor Ikan dan Bus Damri

Oleh: Arie yuni

Suatu sore di hari hujan, pada jalanan kota yang sepi.
Sebuah bus damri melaju cepat, menanjak pesat.
Suasana hatinya kelam, getar dan nanar.
Hidungnya kembang kempis mengingat masa lalu saat cuaca sedang sangat baik padanya.
Pada orang-orang.
Pada bunga-bunga flamboyan yang jingganya rekah.
Pada anjing liar yang sembunyi di bawah lintasannya.

Suatu sore di hari hujan, pada jalanan kota yang sepi.
Sebuah bus damri melaju gesit, menahan decit.
Hujan membuatnya begitu muram.
Bunga-bunga gugur kelopaknya, absisi karena gerimis yang besar debitnya.
Kucing-kucing malang berlarian, pengar aroma hujan.

Suasana dalam bus semakin riuh.
Hujan membuat semua orang semakin rusuh.
Gerutuan terdengar pada seluruh sudut bagai gemuruh.

Di sudut pertama, seorang karyawati memaki :
Wahai, aku bisa terlambat menghadiri rapat.

Di sudut kedua, seorang borju menggerutu :
Aduh, orang-orang di sini kotor dan berbau sampah.

Di sudut ketiga, seorang bakul penganan tersedu :
Hilang sudah uangku ini hari, semua kue basah tak tercium wangi.

Di sudut keempat, seorang musafir membaca suluk dengan sunyi, tak begitu peduli :
“Yen tiba titi wancine, kali-kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange.”
Akan tiba masanya, ilmu sulit dicari dan tempat ibadah hilang gaungnya.
Manusia hilang kamanungsannya.

Suatu sore di hari hujan, pada jalanan kota yang sepi.
Seekor ikan naik bus damri, melompat dan menari.
Suasana hatinya riang, ceria dan jenaka.
Dadanya meluap naik turun mengingat masa lalu saat cuaca sedang sangat buruk padanya.
Pada lumut-lumut.
Pada semua ikan di sungai.
Pada katak-katak yang berlindung dari terik di dalam liang.

Bus damri dan ikan bertatapan.
Pias terheran, bus damri menawarkan perbincangan :
“Hendak kemanakah gerangan Ikan?”
Si Ikan tersenyum merekah, ranumnya merah.
“Hari ini aku migrasi, Wahai Saudaraku. Kau tahu, berpindah
ke tempat yang lebih baik. Karena ini musim yang juga baik.”
Bus damri terperangah, tampak marah :
“Cuaca baik katamu? Tak kau lihat macam muka rupa manusia di sini? Mereka dari tadi sibuk mencaci.”

Seketika Si Ikan berhenti tersenyum.
Ditatapnya bus damri sekali lagi, jalan keluar lantas berujar :
“Untuk menyadari bahagia, kau haruslah melihat terang,
jangan gelap terus. Aku jalan duluan, sudut pandangmu
membuatku jengah. Aku khawatir dukamu terundung sukaku.
Teruslah bersedih, kau yang buat sendiri.”

Bus damri terpaku, lantas berhenti.
Menatap ikan yang berlalu pergi.
Menyisakan caci yang menjadi ingin.
Melupakan kota yang sibuk dan jalanan yang dingin.


Sebermula adalah Rengeng-rengeng

Ide sayembara ini terlintas begitu saja, melihat pergerakan grup whatsap yang perlu dioptimalkan jika hanya sekadar guyon waton tur saru yang sering saya lontarkan atau sedulur lainnya.

Dengan adanya sayembara ini, kami ingin mengajak semua berinteraksi, baik tua maupun muda. Sekat menjadi kentara ketika obrolan didominasi oleh orang-orang itu saja, diskusi menjadi dominasi orang-orang tua, akan tetapi semua bisa muncul ketika ada berita lelayu ataupun berita gembira.

Sayembara ini ingin bernasib seperti berita lelayu dan berita gembira. Menjadi wahana berekspresi, bertukar gagasan, ataupun hanya sekadar berlatih menulis. Dengan sayembara ini, kami juga berlatih bagaimana mengapresiasi sebuah karya hingga menjadikannya buku (untuk kalangan sendiri kkkk)

Selamat menyelami karya-karya puisi dari sedulur-sedulur kita, sampai jumpa pada sayembara selanjutnya.


Salam Penuh Cinta

Akar Banir, 2019

Posting Komentar untuk "Sajak Satu Babak: Seekor Ikan dan Bus Damri - Sayembara Lumayanan - Episode Perdana"